Graha Polinema 4th Floor, Jl. Soekarno Hatta No.9, Malang City, East Java, Indonesia

image

Krisis iklim tidak hanya memberikan efek negatif terhdap suhu, cuaca, dan curah hujan, tetapi juga dapat mempengaruhi kesehatan makhluk hidup. Disebabkan oleh fenomena pemanasan global, krisis iklim merupakan sebuah kejadian yang tak dapat dihindari lagi, dan semakin lama semakin mengancam kesehatan dan penyebaran penyakit, yaitu dengan meningkatnya penyakit yang ditularkan melalui vektor (vector-borne diseases), melalui air (water-borne diseases), dan melalui makanan (foodborne diseases).

Organisasi Kesehatan Sedunia (WHO) membentuk Kelompok Kerja pada tahun 1980 yang
melibatkan para ahli dari berbagai bidang, dan dibantu oleh Intergovermental Panel on Climate Change (IPCC), untuk merilis laporan berjudu : Potential health effects of climatic change. Pembahasan didalamnya adalah mengenai krisis iklim, berbagai kemungkinan yang terjadi dan pengaruhnya terhadap kesehatan manusia, yang disebabkan oleh menipisnya lapisan ozon dan meningkatnya gas rumah kaca di atmosfer bumi.

Tidak hanya itu, lonjakan populasi manusia yang terus terjadi juga menjadi beban tersendiri bagi lingkungan. Maka dengan adanya perkembangan teknologi dan pengetahuan yang pesat, kerusakan lingkungan lebih berpotensi terjadi dan sebagian besar dilakukan oleh manusia yang jumlahnya terus bertambah. Seperti buah simalakama, manusia sejatinya adalah makhluk berakal dan memiliki kemampuan untuk menjaga kelestarian lingkungan, namun bersamaan dengan itu, manusia juga lah yang memiliki kemampuan untuk merusak lingkungan dengan kesadaran penuh. 

Dimulai dari sejarah revolusi industri, pemanasan global mulai muncul dan menjadi tantangan baru bagi manusia dan makhluk hidup lainnya. Hal ini disebabkan oleh Gas Rumah Kaca (GRK) yang terakumulasi dan terjebak di atmosfir bumi, yaitu berasal dari  karbon-dioksida (CO2), metana (CH4), dinitro-oksida (N2O), klorofluorokarbon (CFCs), halon (CBrF3) dan ozon (O3). Besarnya kontribusi setiap GRK terhadap pemanasan global tergantung pada konsentrasinya, lama hidupnya (life-time), serta panjang gelombang radiasi yang diserapnya.

Ketidakseimbangan alam dan kerusakan lingkungan dapat meningkatkan risiko infeksi suatu penyakit karena disebabkan oleh ketidakseimbangan lingkungan, agen penyakit, dan pejamu. Serta, secara tidak langsung memberi efek buruk pada perubahan ekosistem, produksi pangan, penyakit infeksi dan non-infeksi. Peningkatan penularan suatu penyakit dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti suhu, kelembapan udara, dan juga kondisi curah hujan. Sehingga, peristiwa ini dapat mendorong terjadinya perpindahan penduduk dari satu tempat ke tempat yang lebih aman, contohnya dari desa ke kota, atau sebaliknya dari kota ke kota lainnya dan memudahkan penyebaran penyakit.

Vektor bisa diartikan sebagai hewan avertebrata yang menularkan penyakit dari pejamu ke pejamu lainnya dalam kondisi rentan. Dibagi menjadi dua, vektor dikenal dengan vektor mekanik dan juga vektor biologi. Nyamuk adalah salah satu contoh vektor biologi. Siklus hidup dan intensitas hisapan nyamuk sangat bergantung dengan krisis iklim, karena nyamuk merupakan serangga ectothermic, artinya, suhu tubuh nyamuk bergantung dengan suhu lingkungan. Pada fase larva ke fase nyamuk dewasa, suhu lingkungan berperan penting, yaitu ketika suhu lingkungan semakin tinggi dapat mempercepat proses perkembangan larva nyamuk menjadi nyamuk dewasa. Tidak hanya itu, nyamuk betina juga akan semakin cepat menghisap darah pada kondisi suhu lingkungan yang tinggi, dengan begitu, penularan penyakit lebih mudah terjadi. 

Perubahan temperatur, presipitasi, angin, dan sinar matahari termasuk kedalam faktor perubahan yang terjadi selama proses krisis iklim berlangsung. Perubahan tersebut memiliki peran signifikan terhadap tingkat survival, reproduksi atau distribusi agen penyakit, maka dari itu, agen penyakit dapat beradaptasi terhadap lingkungan. Karena krisis iklim juga dapat meningkatkan risiko terjadinya bencana alam, dimana bencana alam merupakan salah satu fenomena yang sangat memudahkan terjadinya penularan penyakit, maka krisis iklim bisa dikatakan dapat mendorong penularan penyakit DBD, malaria, kolera, pes, diare, dan kanker kulit. 

Berikut dampak langsung dan tidak langsung krisis iklim terhadap kesehatan menurut WHO:
  1. a. Dampak Langsung
  2.   1. Tekanan iklim dan adaptasi. Krisis iklim memperparah risiko gangguan fungsi organ vital seperti jantung, pernapasan, ginjal, hormonal, kekebalan pada kelompok rentan seperti bayi, anak-anak, lansia, dan penyandang disabilitas. Hal ini berakibat pada peningkatan angka kesakitan dan kematian akibat penyakit tidak menular.
  3.   2. Faktor suhu. Kenaikan suhu yang drastis dan ekstrem dapat memicu "penyakit akibat panas" (heat illness) dengan berbagai konsekuensi mulai dari gangguan jantung ringan hingga kerusakan jaringan dan kematian.
  4.   3. Gangguan akibat panas. Pemanasan global memicu peningkatan gangguan akibat panas seperti dehidrasi, kekurangan garam, kejang otot, dan kelelahan. Pada kondisi parah, heat stroke dapat terjadi.
  5.   4. Pengaruh radiasi ultraviolet terhadap manusia. Peningkatan intensitas radiasi sinar ultraviolet berakibat pada peningkatan risiko kanker kulit, katarak, dan penurunan daya tahan tubuh.
  6.   5. Polusi udara. Polutan udara, yang sebagian besar berasal dari aktivitas manusia, memperburuk penyakit saluran pernapasan dan meningkatkan risiko kanker.

  1. b. Dampak Tidak Langsung
  2.   1. Pangan dan gizi. Krisis iklim tidak hanya berdampak pada sektor pertanian dan produksi pangan, tetapi juga memicu perubahan kebutuhan gizi manusia.
  3.   2. Kebutuhan gizi. Manusia memerlukan zat gizi, mineral, vitamin, dan air untuk pertumbuhan, pemulihan jaringan yang rusak, dan menjaga kesehatan. Kebutuhan energi umumnya lebih tinggi di lingkungan dingin dan kering dibandingkan dengan lingkungan panas dan lembab. Namun, pengaruh perubahan iklim global terhadap kebutuhan energi manusia masih belum sepenuhnya dipahami.
  4.   3. Produksi pangan. Di masa depan, perubahan iklim diprediksi akan memberikan dampak signifikan terhadap sektor pertanian, peternakan, dan produksi ikan. 

Dampak buruk terhadap kesehatan tersebut dapat diminimalisir dengan merubah pola dan gaya hidup yang lebih hijau dan ramah lingkungan. Seperti lebih sering menggunakan kendaraan umum saat bepergian, meminimalisir berbelanja lintas negara dan lintas kota untuk menekan emisi karbon, serta memilih produk-produk makanan dan minuman yang berkelanjutan.

Jangan lupa untuk bagikan artikel ini jika kamu merasa ini bermanfaat dan bisa membantu kamu memahami lebih jauh mengenai dampak buruk krisis iklim bagi kesehatan manusia!